
VIVA â Ternyata sedang banyak masyarakat, yang memiliki sekatan jaringan tidak stabil saat mengakses internet. Hal ini terlihat pada survei berjudul Status Literasi Digital Indonesia 2020 yang dipaparkan dalam akhir pekan kemarin.
Dikutip VIVA Tekno Minggu 22 November 2020, dari jumlah responden 1670 orang, sekitar 76, 9 persen merasa jaringan tidak stabil menyebabkan koneksi sering terputus menjadi kendala mereka saat mengakses internet. Selain tersebut ada juga masalah jaringan internet tidak selalu ada (53, 7 persen), terkendali biaya paket petunjuk (33, 9 persen) dan elektrik padam atau hujan (0, 7 persen).
Selain itu, survei juga menemukan perilaku penerapan internet. Misalnya biaya yang dikeluarkan per individu dan keluarga untuk membiayai berselancar di dunia maya selama satu bulan.
Hasilnya, sebagian tinggi mengeluarkan uang Rp50 ribu mematok Rp100 ribu per individu. Tengah satu keluarga, kebanyakan responden menanggapi biayanya berkisar Rp50 ribu datang Rp300 ribu.
Nampaknya, kebanyakan masyarakat Indonesia juga mengakses internet melalui handphone . Sebab, survei tersebut menunjukkan seluruh responden memiliki hp dan hampir seluruhnya terhubung secara internet.
Sementara dengan memiliki PC atau laptop cuma 18, 4 persen. Dari jumlah itu, sekitar 65, 1 persen seluruh perangkatnya terkoneksi internet.
Survei ini juga melihat penggunaan media sosial pada masyarakat. Dari jenisnya, WhatsApp menduduki urutan pertama untuk yang paling banyak digunakan, sementara cuma sedikit responden menggunakan Line.
Kebanyakan responden menjawab menggunakan WhatsApp rata-rata 2-5 jam sehari (35, 1 persen). Sementara platform media sosial digunakan lebih pendek kurang dari 2 jam serupa Facebook (57, 7 persen), Youtube (62, 5 persen), Instagram (61, 3 persen), Tiktok (75, 4 persen), dan Twitter (78, 3 persen).
Cara fakta dibagikan juga dilihat dalam survei ini. Terungkap, jika keluarga & tetangga jadi sumber dan tumpuan utama membagikan informasi.
Selain itu juga, terlihat umum responden mengaku tidak pernah menyebarkan sebuah informasi dan akhirnya diketahui sebagai hoaks. Hanya 11, 2 persen responden mengakui pernah melakukannya.
Saat ditanya dalih menyebarkan berita atau informasi, hampir 68, 4 persen menjawab cuma meneruskan berita. Namun, mereka tak memikirkan jika konten bermuatan hoaks atau bukan.